Jumat, 15 Juni 2012

Etika Bisnis Snack Mahasiswa


Saya yakin bagi Anda yang pernah menjadi peserta atau panitia suatu kegiatan mahasiswa akan menemui snack sebagai suguhan ringan yang akan terasa kurang jika tidak ada. Bagi panitia, snack sudah seperti “produk wajib” yang harus diberikan kepada peserta selain sebagai penarik minat mahasiswa untuk mengahadiri acara yang digelar. Bagi peserta, tidak bisa dihindari snack kadang dijadikan tujuan utama untuk menghadiri suatu acara selain sertifikat. Apalagi kalau panitia mengratiskan acara yang digelar, peserta akan semakin dengan senang hati menghadiri acara walau kadang tak mengerti esensi acara tersebut.
Tidak hanya panitia dan peserta yang dibuat senang karena adanya snack, tetapi juga para pelaku bisnis snack. Di Solo, ada banyak toko snack terkenal yang biasa dipesan untuk suguhan suatu acara atau sekedar untuk konsumsi pribadi. Jenis snack dan harga yang ditawarkan bermacam-macam sehingga memudahkan konsumen memilih sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya.
Tingginya permintaan snack untuk kegiatan mahasiswa ini ditambah jenis usaha yang cukup mudah apabila digeluti, telah memunculkan banyak pemain baru di bidang snack mahasiswa. Biasanya usaha mereka masih dalam lingkup kecil (usaha rumah tangga) dan modal yang mereka gunakan juga tidak besar sehingga kegiatan promosi dan produksi sangat terbatas. Harga yang mereka tawarkan jauh lebih murah daripada snack-snack yang dijual di toko-toko snack terkenal karena jelas, segmen yang mereka bidik adalah aktivis mahasiswa yang dananya terbatas (low end). Seperti sebuah simbiosis mutualisme, menjamurnya pemain baru ini, disambut hangat oleh para aktivis mahasiswa terutama yang akan melaksanakan suatu acara.
Sejauh pengamatan saya, banyak diantara pemain baru ini yang tidak memproduksi snack sendiri. Mereka biasanya membeli snack yang sudah jadi kemudian dikemas dan diberi label merek mereka sehingga bisa disebut mereka hanya bertindak sebagai distributor. Ini mereka lakukan karena dana untuk memproduksi terbatas dan merupakan cara cepat untuk memulai usaha. Daripada harus belajar memasak dan membuat snack sendiri tentu membutuhkan waktu lebih lama dan biaya yang lebih besar. Tidak ada yang salah dengan kegiatan tersebut, yang menjadi masalah adalah ketika para pemain baru ini kurang mencermati jenis snack yang ditawarkan kepada konsumen (mahasiswa).
Seminggu yang lalu saya menghadiri sebuah acara di Tawang Mangu. Waktu saya membuka tas, saya menemukan sebuah kue basah yang saya dapatkan karena menghadiri sebuah acara empat hari sebelumnya di kampus. Entah mengapa ada rasa penasan dalam diri saya sehingga saya membuka bungkus plastik yang masih membungkus rapih kue basah tersebut. Bukan saya makan, tetapi saya cium dan pegang permukaannya. Saya benar-benar terkejut karena snack tersebut tercium tidak basi dan permukaannya tidak menunjukkan perubahan tekstur (seperti masih baru). Warna yang ditunjukkan juga tidak berubah sama sekali, padahal normalnya kue basah akan rusak dalam waktu sehari setelah pembuatan. Saya yakin ada suatu yang tidak benar dalam pembuatan kue tersebut. Saya masih bisa memaklumi kalau pembungkusnya kedap udara, tetapi kalau pembungkusnya hanya plastik biasa yang bisa dimasuki bakteri dan jamur kapan saja, saya menjadi curiga. Ini malah membuat saya semakin penasaran, sehingga kue itu tidak saya buang malah saya bawa pulang. Sampai saat ini, kondisi fisik kue basah itu masih dalam keadaan sama dengan yang diberikan panitia 11 hari yang lalu, tetapi saya tidak mau mengorbankan diri saya untuk mencicipinya sehingga saya tidak tahu rasanya. Percobaan sederhana ini bisa diambil kesimpulan bahwa kue basah tersebut mengandung pengawet buatan yang membahayakan.
Parahnya, saya sering menemukan kue basah tersebut disuguhkan dalam acara kemahasiswaan atau snack jenis lain yang berciri-ciri sama. Dari sini, etika bisnis mulai dipertanyakan. Saya memahami posisi panitia acara yang minim anggaran dan pemain bisnis yang berusaha memenuhinya, tetapi itu bukan menjadi alasan bagi pemain bisnis untuk tidak menawarkan snack sehat dengan harga terjangkau. Kalau pemain bisnis ini bertindak sebagai distributor, sebenarnya masih ada banyak snack sehat dan terjangkau yang dijual di pasaran. Kalau bertindak sebagai produsen, biasanya alasan melakukan produksi tidak sehat itu karena bahan bakunya lebih murah dan bisa tahan lama sehingga keuntungan lebih banyak. Sebenarnya hal tersebut bisa disiasati dengan mengecilkan ukuran snack berbahan sehat dengan harga tetap sehingga keuntungan masih bisa diraih. Bisa juga ukuran tetap, tetapi harga dinaikkan. Produsen tidak perlu takut rugi, karena bisa meng-edukasi konsumen untuk memilih snack sehat. Tidak ada alasan apa pun untuk menjual snack berbahan berbahaya. Intinya, ada banyak cara untuk menjaga kualitas meski dengan harga murah.
Panitia acara seharusnya juga lebih berhati-hati menyuguhkan snack untuk peserta. Anggaran dana yang terbatas seringkali membuat panitia mengesampingkan kualitas snack yang disuguhkan (yang penting dapat snack banyak dan murah), peserta biasanya juga bertindak cuek dengan hal ini. Padahal, sama seperti para pemain bisnis, itu bukan menjadi alasan bagi panitia untuk tidak memberikan snack sehat bagi peserta karena sebenarnya masih ada banyak snack sehat di pasaran. Asalkan selektif maka snack sehat dengan harga terjangkau bisa didapat.
Saya teringat pesan dosen saya beberapa hari lalu saat saya melayat istrinya karena sakit kanker getah bening. Beliau berpesan untuk menjaga pola makan dan berusaha menghindari makanan yang berbahan kimiawi karena ada indikasi penyebab penyakit istrinya adalah makanan makanan yang mengandung kimiawi. Penyakit itu timbul karena sebuah proses. Bisa cepat atau lambat. Apa yang kita lakukan saat ini, bisa jadi berdampak pada puluhan tahun ke depan. Mungkin adanya pelaku bisnis saat ini yang kurang memperhatikan masalah kesehatan snack yang ditawarkan karena tidak ada komplain dari konsumen (mahasiswa) yang mendadak sakit setelah memakan snack tersebut, misalnya. Tetapi siapa tahu bahan kimiawi yang terkandung dalam snack tersebut mengendap dan menimbulkan penyakit puluhan tahun ke depan?
Saya berpesan kepada para pemain bisnis snack mahasiswa untuk lebih menjaga etika bisnis. Keuntungan bukan terletak pada besarnya uang yang didapat dalam waktu singkat, tetapi terletak pada keberkahan bisnis yang dijalankan melalui proses perjuangan yang tidak mudah. Bagi mahasiswa yang  menjadi panitia acara, selektiflah dalam memilih snack karena ini berarti Anda turut andil pada kesehatan peserta Anda.
Ayo berbisnis secara sehat!