Saya
yakin bagi Anda yang pernah menjadi peserta atau panitia suatu kegiatan
mahasiswa akan menemui snack sebagai suguhan ringan yang akan terasa kurang
jika tidak ada. Bagi panitia, snack sudah seperti “produk wajib” yang harus
diberikan kepada peserta selain sebagai penarik minat mahasiswa untuk
mengahadiri acara yang digelar. Bagi peserta, tidak bisa dihindari snack kadang
dijadikan tujuan utama untuk menghadiri suatu acara selain sertifikat. Apalagi kalau
panitia mengratiskan acara yang digelar, peserta akan semakin dengan senang
hati menghadiri acara walau kadang tak mengerti esensi acara tersebut.
Tidak
hanya panitia dan peserta yang dibuat senang karena adanya snack, tetapi juga
para pelaku bisnis snack. Di Solo, ada banyak toko snack terkenal yang biasa
dipesan untuk suguhan suatu acara atau sekedar untuk konsumsi pribadi. Jenis
snack dan harga yang ditawarkan bermacam-macam sehingga memudahkan konsumen
memilih sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya.
Tingginya
permintaan snack untuk kegiatan mahasiswa ini ditambah jenis usaha yang cukup
mudah apabila digeluti, telah memunculkan banyak pemain baru di bidang snack
mahasiswa. Biasanya usaha mereka masih dalam lingkup kecil (usaha rumah tangga)
dan modal yang mereka gunakan juga tidak besar sehingga kegiatan promosi dan
produksi sangat terbatas. Harga yang mereka tawarkan jauh lebih murah daripada
snack-snack yang dijual di toko-toko snack terkenal karena jelas, segmen yang
mereka bidik adalah aktivis mahasiswa yang dananya terbatas (low end). Seperti sebuah simbiosis
mutualisme, menjamurnya pemain baru ini, disambut hangat oleh para aktivis
mahasiswa terutama yang akan melaksanakan suatu acara.
Sejauh
pengamatan saya, banyak diantara pemain baru ini yang tidak memproduksi snack
sendiri. Mereka biasanya membeli snack yang sudah jadi kemudian dikemas dan
diberi label merek mereka sehingga bisa disebut mereka hanya bertindak sebagai
distributor. Ini mereka lakukan karena dana untuk memproduksi terbatas dan
merupakan cara cepat untuk memulai usaha. Daripada harus belajar memasak dan
membuat snack sendiri tentu membutuhkan waktu lebih lama dan biaya yang lebih
besar. Tidak ada yang salah dengan kegiatan tersebut, yang menjadi masalah
adalah ketika para pemain baru ini kurang mencermati jenis snack yang
ditawarkan kepada konsumen (mahasiswa).
Seminggu
yang lalu saya menghadiri sebuah acara di Tawang Mangu. Waktu saya membuka tas,
saya menemukan sebuah kue basah yang saya dapatkan karena menghadiri sebuah
acara empat hari sebelumnya di kampus. Entah mengapa ada rasa penasan dalam
diri saya sehingga saya membuka bungkus plastik yang masih membungkus rapih kue
basah tersebut. Bukan saya makan, tetapi saya cium dan pegang permukaannya.
Saya benar-benar terkejut karena snack tersebut tercium tidak basi dan
permukaannya tidak menunjukkan perubahan tekstur (seperti masih baru). Warna
yang ditunjukkan juga tidak berubah sama sekali, padahal normalnya kue basah
akan rusak dalam waktu sehari setelah pembuatan. Saya yakin ada suatu yang
tidak benar dalam pembuatan kue tersebut. Saya masih bisa memaklumi kalau
pembungkusnya kedap udara, tetapi kalau pembungkusnya hanya plastik biasa yang
bisa dimasuki bakteri dan jamur kapan saja, saya menjadi curiga. Ini malah
membuat saya semakin penasaran, sehingga kue itu tidak saya buang malah saya
bawa pulang. Sampai saat ini, kondisi fisik kue basah itu masih dalam keadaan
sama dengan yang diberikan panitia 11 hari yang lalu, tetapi saya tidak mau
mengorbankan diri saya untuk mencicipinya sehingga saya tidak tahu rasanya.
Percobaan sederhana ini bisa diambil kesimpulan bahwa kue basah tersebut
mengandung pengawet buatan yang membahayakan.
Parahnya,
saya sering menemukan kue basah tersebut disuguhkan dalam acara kemahasiswaan
atau snack jenis lain yang berciri-ciri sama. Dari sini, etika bisnis mulai
dipertanyakan. Saya memahami posisi panitia acara yang minim anggaran dan
pemain bisnis yang berusaha memenuhinya, tetapi itu bukan menjadi alasan bagi
pemain bisnis untuk tidak menawarkan snack sehat dengan harga terjangkau. Kalau
pemain bisnis ini bertindak sebagai distributor, sebenarnya masih ada banyak
snack sehat dan terjangkau yang dijual di pasaran. Kalau bertindak sebagai
produsen, biasanya alasan melakukan produksi tidak sehat itu karena bahan bakunya
lebih murah dan bisa tahan lama sehingga keuntungan lebih banyak. Sebenarnya
hal tersebut bisa disiasati dengan mengecilkan ukuran snack berbahan sehat
dengan harga tetap sehingga keuntungan masih bisa diraih. Bisa juga ukuran
tetap, tetapi harga dinaikkan. Produsen tidak perlu takut rugi, karena bisa
meng-edukasi konsumen untuk memilih snack sehat. Tidak ada alasan apa pun untuk
menjual snack berbahan berbahaya. Intinya, ada banyak cara untuk menjaga
kualitas meski dengan harga murah.
Panitia
acara seharusnya juga lebih berhati-hati menyuguhkan snack untuk peserta.
Anggaran dana yang terbatas seringkali membuat panitia mengesampingkan kualitas
snack yang disuguhkan (yang penting dapat snack banyak dan murah), peserta
biasanya juga bertindak cuek dengan hal ini. Padahal, sama seperti para pemain
bisnis, itu bukan menjadi alasan bagi panitia untuk tidak memberikan snack
sehat bagi peserta karena sebenarnya masih ada banyak snack sehat di pasaran.
Asalkan selektif maka snack sehat dengan harga terjangkau bisa didapat.
Saya
teringat pesan dosen saya beberapa hari lalu saat saya melayat istrinya karena
sakit kanker getah bening. Beliau berpesan untuk menjaga pola makan dan
berusaha menghindari makanan yang berbahan kimiawi karena ada indikasi penyebab
penyakit istrinya adalah makanan makanan yang mengandung kimiawi. Penyakit itu
timbul karena sebuah proses. Bisa cepat atau lambat. Apa yang kita lakukan saat
ini, bisa jadi berdampak pada puluhan tahun ke depan. Mungkin adanya pelaku
bisnis saat ini yang kurang memperhatikan masalah kesehatan snack yang
ditawarkan karena tidak ada komplain dari konsumen (mahasiswa) yang mendadak
sakit setelah memakan snack tersebut, misalnya. Tetapi siapa tahu bahan kimiawi
yang terkandung dalam snack tersebut mengendap dan menimbulkan penyakit puluhan
tahun ke depan?
Saya
berpesan kepada para pemain bisnis snack mahasiswa untuk lebih menjaga etika
bisnis. Keuntungan bukan terletak pada besarnya uang yang didapat dalam waktu
singkat, tetapi terletak pada keberkahan bisnis yang dijalankan melalui proses
perjuangan yang tidak mudah. Bagi mahasiswa yang menjadi panitia acara, selektiflah dalam
memilih snack karena ini berarti Anda turut andil pada kesehatan peserta Anda.
Ayo
berbisnis secara sehat!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar